Rabu, 06 Maret 2019

PUTERI NIWER GADING

PUTERI NIWER GADING



Kisah ini terjadi di Negeri Alas (Nangro Aceh Darussalam) yang dipimpin oleh seorang raja adil bijaksana namun belum memiliki seorang anakpun sebagai penerus tahta kerajaan. Raja dan istrinya kemudian memanggil para tetua adat serta beberapa orang pintar untuk memohon petunjuk dan bantuan mereka agar dapat segera di beri momongan oleh Tuhan.
“Bersabarlah Baginda. Perbanyaklah doa dan puasa memohon pada Tuhan agar segera mendapatkan putera. Saya yakin Tuhan akan segera mengabulkan doa hamba-Nya yang bersungguh-sungguh,”nasehat tetua adat pada Sang Raja. Pesan itu lalu dilaksanakan sepenuh hati oleh Raja dan Permaisuri. Mereka semakin tekun beribadah, puasa dan berdoa hampir setiap waktu kepada Tuhan.
Rupanya Tuhan mendengar doa tersebut. Selang beberapa bulan kemudian, permaisuri mengandung lalu melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan. Sang putera mahkota diberi nama Amat Mude.
            Tidak hanya keluarga kerajaan saja yang berbahagia karena kelahiran Amat Mude, seluruh rakyat Negeri Alas juga turut bergembira atas lahirnya sang putera mahkota. Mereka senang karena keberlangsungan kerajaan akan terus terjamin dengan lahirnya Amat Mude. Mereka juga yakin Amat Mude akan menjadi penerus yang bijaksana seperti ayahandanya.
            Akan tetapi kebahagiaan tersebut hanya berlangsung sebentar karena tidak lama setelah Amat Mude lahir, Baginda Raja meninggal dunia. Amat Mude yang masih bayi tentu tidak dapat melanjutkan pemerintahan menggantikan ayahnya. Maka para tetua adat dan keluarga kerajaan sepakat untuk menunjuk adik sang raja atau paman Amat Mude bernama Raja Muda sebagai raja sementara Negeri Alas hingga kelak Amat Mude dewasa dan siap memegang tampuk pemerintahan.
            Raja Muda ternyata bukan pemimpin yang baik. Demi mempertahankan tahta kerajaan, iapun menyingkirkan Amat Mude dan Ibundanya ke sebuah daerah terpencil di tepi hutan. Disanalah, permaisuri membesarkan Amat Mude dalam kesederhanaan. Tidak pernah mengeluh hidup seperti rakyat biasa jauh dari gelimang harta dan kesenangan seperti sebelumnya ketika masih tinggal di istana. Permaisuri yakin suatu saat nanti Tuhan akan memberikan kembali hak mereka yang telah dirampas Raja Muda.
            Dalam bimbingan penuh kasih sayang Ibunda, Amat Mude tumbuh menjadi pemuda yang sehat dan tampan serta berbudi pekerti baik, halus dan sopan. Ia tidak segan membantu ibunya berkebun ataupun mencari ikan di sungai untuk dijual kembali di pasar desa terdekat. 
            Nasib mereka berubah drastis ketika suatu hari berjualan ikan di pasar, pembeli mereka ternyata adalah seorang saudagar kaya sahabat almarhum Baginda Raja. Sang Saudagar lalu membeli seluruh ikan permaisuri dan mengajaknya tinggal di rumahnya. Rupanya ia tidak tega melihat permaisuri dan Amat Mude disakiti seperti itu oleh Raja Muda. Saudagar kaya tersebut lalu memerintahkan istrinya untuk memasak ikan yang dibelinya.
            “Pak, kemarilah. Ikan-ikan ini ternyata aneh sekali!,”teriak istri saudagar ketika tengah membelah perut ikan untuk dibuang kotorannya. Semua orang datang mendekat dan menyaksikan butiran-butiran emas berada di dalam perut ikan yang akan dimasak tersebut.
            Saudagar kaya lalu menyuruh istrinya menjual emas-emas tersebut di pasar dan memberikan seluruh uangnya kepada permaisuri dan Amat Mude. Ia juga turut membantu membuatkan rumah untuk mereka berdua. Maka sejak saat itu, Amat Mude dan ibunya telah menjadi orang yang kaya raya dan disegani oleh penduduk desa.
            “Kelak jika waktunya telah tiba, saya ingin permaisuri dan pangeran pergi ke istana untuk mengambil kembali takhta kerajaan yang telah dirampas oleh Raja Muda,”ucap Saudagar kepada permaisuri. 
            Kebetulan sekali, istri Raja Muda ternyata sedang sakit keras. seluruh orang pintar dan tabib terkenal telah dipanggil untuk mengobatinya namun gagal. Kondisi istrinya semakin parah dari hari ke hari. Raja Muda kemudian bermimpi bertemu seorang sakti yang memberitahukan bahwa  obat dari penyakit istrinya itu adalah air kelapa gading yang  berada di sebuah pulau yang ada di tengah laut. 
Ia lalu mengirimkan sejumlah panglima perang dan prajuritnya untuk mengambil obat tersebut namun gagal. Salah seorang prajurit yang selamat memberitahukan bahwa mereka diserang oleh seekor ikan besar bernama Si Lenggang Raye, seekor buaya raksasa dan seekor Naga Besar  sehingga hancur tak bersisa. Kejadian tersebut membuat siapapun menolak jika disuruh untuk mengambil obat bagi istrinya kecuali Amat Mude.
Ia lalu datang ke istana dan mengutarakan maksudnya kepada Raja Muda. Raja Muda bukannya senang ada yang mau menolong istrinya, ia malah mengancam Amat Mude jika ia kembali dengan tangan hampa tanpa buah kelapa gading ditangannya, Amat Mude akan dibunuh.
“Jika saya gagal, Baginda boleh menghukum saya. Tapi mudah-mudahan tidak agar istri Baginda bisa segera sembuh,”jawab Amat Mude tidak takut dengan ancaman Raja Muda karena ia benar-benar tulus ingin menolong istrinya. Amat Mude kemudian berpamitan untuk segera pergi ke pulau tempat kelapa gading berada.
Di tengah perjalanan ia bertemu dengan ikan raksasa Si Lenggang Raye, Raja Buaya dan seekor Naga Besar yang kemudian berhasil ditaklukannya. Lalu berkat bantuan ketiganya, sampailah Amat Mude di pulau yang ditumbuhi kelapa gading. Dengan sigap, Amat Mude memanjat dan memetik buah kelapa gading itu.
Ketika tengah memetik buah kelapa gading, tiba-tiba dari bawah terdengar suara seorang gadis,”Petiklah buah itu maka kau akan menjadi suamiku.”
Amat Mude terkejut sekali mendengarnya, iapun segera turun untuk menemui si pemilik suara yang ternyata adalah seorang gadis yang sangat cantik.
“Siapakah dirimu?,”tanya Amat Mude takjub.
“Namaku Puteri Niwer Gading,”jawab gadis itu.
Amat Mude lalu membawa Puteri Niwer Gading pulang menemui ibunya. Mereka kemudian menikah. Setelah pernikahan selesai, Amat Mude, istri dan Sang Ibu berangkat ke istana untuk menyerahkan buah kelapa gading kepada Raja Muda.
Buah itu kemudian diminum untuk mengobati istri Raja Muda. Raja Muda yang kagum dengan kesaktian Amat Mude akhirnya tahu jika pemuda yang telah menolongnya itu adalah keponakannya sendiri yang ia asingkan dulu. Iapun sadar dan meminta maaf kepada Amat Mude dan Sang Permaisuri. Takhta kerajaan kemudian diserahkan kepada pemilik yang sesungguhnya yaitu Amat Mude.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar