Rabu, 13 Maret 2019

Rubah Yang Rakus

Rubah Yang Rakus

Cerita Rakyat Fabel Nusantara Rubah Yang Rakus
Cerita Rakyat Fabel Nusantara Rubah Yang Rakus
Seekor rubah pergi berburu disebuah rawa yang penuh dengan hewan-hewan lain sedang mencari makanan seperti burung-burung yang sangat menyukai ikan-ikan kecil. Rubah itu mengendap-mendap mencari seekor burung besar untuk dijadikan makanannya di bawah bayang-bayang rumput rawa rubah itu bergerak sekaligus mengamati mangsanya tidak jauh dari tempat rubah itu berjalan munculah dari udara seekor burung bangau yang ukuran tubuhnya yang sangat besar kepalanya panjang dan bulunya berwarna putih kakinya panjang sehingga burung bangau itu terlihat tinggi dan menawan ketika mendarat dia melihat kebeberapa arah untuk memastikan tempat itu tidak dihuni hewan seperti rubah namun burung bangau itu tidak melihat kehadiran rubah yang bersembunyi pada rumput rawa yang tinggi.
Rubah itu mulai mendekati dengan perlahan-lahan dan hampir-hampir langkahnya sama sekali tidak mengeluarkan suara sedikitpun terlebih lagi suara yang terdengar pada saat itu adalah suara kicauan burung yang hadir di rawa itu. Rubah itu sampai pada posisi untuk menangkap burung bangau itu kemudian dia meloncat namun ketia dia meloncat burung bangau itu kaget dan mematuk kepala rubah itu sambil terbang menghidari serangan rubah itu akhirnya burung itu berhasil lolos dari tangkapan sang rubah.
Rubah itu gusar karena mangsanya telah mematuk dirinya dan pergi kemudian rubah itu pergi meninggalkan tempat itu dia berjalan mencari makanan tiba-tiba dia mencium bau daging dari arah kejauhan rubah itu mengikuti bau tersebut hingga akhirnya sampai pada tempat bau itu tercium .
Ternyata bau itu adalah tumpukan daging hasil perburuan beberapa serigala. Rubah itu melihat serigala memakan daging dengan lahapnya hingga air liurnya menetes rubah itu mencari kesempatan untuk menyelinap dan mencuri daging besar untuk dia makan.
Beberapa saat rubah itu diam memperhatikan para serigala memakan santapannya hingga mereka lupa akan kehadirannya, disaat itulah rubah itu segera menyelinap dan menggigit daging yang cukup besar untuk dirinya tanpa disadari oleh para serigala dia berlari ke arah sungai yang tenang. Ketika rubah itu merasa aman dia berjalan dengan wajah terlihat gembira. Saat rubah itu melewati sungai yang tenang dengan berjalan di atas pohon tumbang yang melintang dengan santainya rubah itu berjalan namun dia kaget ketika rubah itu melihat kearah sungai yang tenang.
Rubah itu melihat bayangan dirinya di sungai yang tenang itu rubah itu mengira bayangannya adalah rubah lain padahal itu adalah bayangannya sendiri. Rubah itu melihatnya dengan sangat gusar karena banyangannya terlihat menggigit daging yang lebih besar dari dirinya hingga dia ingin sekali merebut daging itu. Lalu rubah itu menjatuhkan daging dimulutnya dan berharap bisa mengambil daging lebih besar dari bayangannya. Namun setelah rubah itu melepaskan daging dari mulutnya dia melihat bayangannya sendiri tidak lagi menggigit daging besar.
Rubah itu sadar bahwa itu hanyalah bayangannya rubah itu menysesal atas apa yang dilakukannya tadi. “Padahal baru saja aku mendapat makanan kini hanya karena aku iri pada bayanganku sendiri aku menjatuhkan makananku”. Sesal sang rubah.

Kucing di Kandang Ayam

 Kucing di Kandang Ayam

Cerita Rakyat Fabel Nusantara Kucing di Kandang Ayam
Cerita Rakyat Fabel Nusantara Kucing di Kandang Ayam
Seekor kucing sedang tidur di sebuah kandang ayam yang dipenuhi oleh jerami kering saat itu dalah dikala matahari hampir terbenam dimana para ayam kembali pulang dari kebun tempat mereka mencari makanan. Kucing itu tidur dengan sangat pulasnya padahal kucing itu tau bahwa tempat itu adalah bukan miliknya melainkan tempat untuk seekor ayam. Hingga pada saat ayam telah tiba di kandangnya ayam itu kaget melihat seekor kucing sedang tertidur pulas dan tenang.
Ayam itu kemudian membangunkan kucing itu perlahan supaya kucing itu tidak kaget dan mencakar dirinya namun ketika kucing itu bangun kucing itu sangat kesal telah dibangunkan dari tidurnya dia menggeram dan mencoba mengusir ayam itu ayam itu berkokok sambil mengusir sang kucing namun kucing itu lebih marah karena sang ayam berusaha mengusirnya.
Sang ayam berkata kepada sang kucing “Hei kucing kenapa kau menempati tempat tidurku kenapa kau tidak tidur saja di tempat tidurmu?”.
Kucing menjawab “Siapa bilang ini tempat tidurmu siapapun yang tidur duluan di tempat ini adalah miliknya. Cepat pergi dari sini kau hanya menggangguku sedang tidur!”
Sang ayam menjawab “Ini adalah tempat tidurku tempat ini dibuat khusus untukku kau malah mengaku ini milikmu, bahkan kau malah memarahiku dan mengusirku itu adalah perbuatan yang sangat tidak bijaksana!”.
“Apa kau ingin aku pergi dari tempat ini enak saja kau ini aku akan tetap disini dan jika kau mencoba mengusirku aku akan menerkammu”.
Lalu dengan kesal sang ayam mengalah dan keluar dari kandang dia memilih mencari tempat diluar untuk tidur setelah beberapa saat dia menemukan pohon yang dahannya tidak terlalu tinggi lalu mencoba bertengger di dahan itu dan mencoba tidur dsana.
Beberapa saat kemudian pemilik kandang ayam itu datang menghampiri kandangnya ketika dia masuk ke kandang ayam itu dia tidak melihat ayamnya berada dikandangnya dia hanya melihat seekor kucing yang sedang tidur pulas. Lalu dia mencari ayamnya itu dia mencari ayam itu di dekat kebun dan akhirnya dia menemukan ayamnya sedang bertengger di dahan pohon yang tidak terlalu tinggi.
Ayam itu dia bawa ke kandangnya dan sekaligus membawa sebuah ranting kecil, setelah itu dia masuk ke kandang dan langsung memukul kucing yang sedang tertidur pulas itu. Ketika kucing itu dipukul kucing itu langsung terbangun dan lari terbirit-birit karena takut dipukul lagi oleh pemilik ayam itu. Kemudian ayam itu diletakan dikandangnya.
Disisi lain kucing itu berpikir bahwa jika kita mengambil tempat milik orang lain kita akan mendapatkan balasan yang setimpal. Kucing itu kini pergi mencari tempat untuk tidur namun tempat itu bukan milik hewan lainnya.

Kambing yang Nakal

 Kambing yang Nakal

Cerita Rakyat Fabel Nusantara Kambing yang Nakal
Cerita Rakyat Fabel Nusantara Kambing yang Nakal
Di sebuah desa yang tentram dan damai desa yang berada tepat dibalik sebuah gunung yang menjulang tinggi, terdapat seorang peternak kambing yang memiliki banyak sekali kambing. Kambing-kambing itu dirawat dengan sangat baik mereka terlihat sangat sehat dengan badan yang gemuk diantara kambing kambing itu ada seekor kambing yang badannya sangat besar dengan tanduk besar dan kuat bulunya sangat tebal dan terlihat gagah.
Pada suatu hari peternak itu melepaskan kambing-kambingnya ke padang rumput luas dan hijau, kambing kambing itu memakan rereumputan yang sangat segar namun ketika mereka sedang asyik salah satu kambing yaitu kambing yang sangat besar dengan tanduknya yang besar membuat kambing lainnya berlarian kambing besar itu menanduk-nanduk kambing lainnya agar mereka tidak memakan rerumputan di padang itu. Hal itu tidak diketahui oleh pemilik kambing tersebut karena ketika kambing-kambing itu digembalakan di padang peternak itu meninggalkannya dan pada sore hari baru peternak itu menggiring kambing-kambingnya ke kandang.
Dikala sore itu kambing besar itu masih saja menanduk-nanduk kambing lainnya sambil mengunyah rumput di mulutnya, barulah hal itu diketahui oleh sang peternak lalu peternak itu menggiring kambing-kambingnya ke kandang namun ketika di kandang petani itu membawa tali dan pasak yang besar. Petani itu mengalungkan kambing besar itu kepatok yang telah disiapkan olehnya.
Kambing itu tidak terlihat menyesal dengan perbuatannya malah dia mencoba melepaskan diri dari pasak itu dengan menarik-narik pasak itu. Akhirnya kambing besar itupun mampu melepaskan diri sambil menggantung tali dan patok di lehernya, dia mempertontonkan kepada kambing-kambing lainnya bahwa dia bangga akan apa yang telah dia lakukan.
Esok harinya peternak itu kembali ke kandang untuk memeriksa dan menggiring kambing-kambingnya ke padang rumput, dia kaget ketika pintu kandang dibuka ternyata kambing besar itu melepaskan diri dari patok yang mengikatnya. Peternak itu membawa kambing besar dan kambing-kambing lainnya ke padang rumput namun kambing besar itu di ikatkan kepada patok yang lebih besar dan lebih berat lagi supaya kambing itu tidak lepas dari ikatannya dan tidak mengganggu kambing lainnya yang sedang makan.
Setelah selesai mengikat kambing besar itu peternak itu meninggalkan ternaknya, kambing besar itu mulai menggerak-gerakan lehernya menarik-narik patok yang telah ditancapkan ke tanah dengan sekuat tenaga. Akhirnya patok itu lepas dan kambing besar itu terlepas dari ikatannya kambing itu berlarian kesana kemari sambil menggusur-gusur patok besar dia memperlihatkannya kepada kambing lainnya dengan penuh kebanggaan. Salah satu kambing berkata kepada kambing besar itu “Kau sangat bangga berlarian kesana kemari sambil menunjukan kalung patok yang melingkar di lehermu itu, padahal kalung dan balok itu adalah simbol kenakalan mu yang sering menanduk-nanduk kambing lainnya, lebih baik bangga karena perbuatan baik bukan bangga karena perbuatan nakal”.

Dua Tupai Dan Seekor Ular Pohon

Dua Tupai Dan Seekor Ular Pohon

Cerita Rakyat Fabel Nusantara Dua Tupai Dan Seekor Ular Pohon
Cerita Rakyat Fabel Nusantara Dua Tupai Dan Seekor Ular Pohon
Di suatu kebun yang rindang berdekatan dengan daerah pertanian, terdapat pohon duren yang sangat besar serta rindang, pohon itu selalu berbuah dengan sangat melimpah, pohon itu adalah pohon yang paling tinggi di antara pohon-pohon lainnya.
Pada suatu pagi yang cerah ketika mentari menyinari kebun tersebut terlihat 2 ekor tupai sedang berlari dari satu dahan ke dahan lain, meloncat dari satu pohon ke pohon yang lain, mencari sebuah pohon yang rindang dan tinggi untuk dijadikan sarang mereka, dua ekor tupai tersebut melihat pohon duren yang sangat tinggi dan rindang.
Kedua tupai itu mulai mendekati pohon tersebut dari arah yang berlawanan, mereka sangat menginginkan pohon duren itu dijadikan sarangnya, setelah beberapa saat kedua tupai itu sampai di pohon duren tersebut. Kedua tupai itu saling berhadapan, salah satu tupai itu marah dia berbicara kepada tupai yang ada didepannya “Hei apa yang kau lakukan disini, ini adalah sarang ku?”
Kemudian tupai yang berhadapan dengannya menjawab dengan berbohong “Ini adalah sarangku, bukan sarangmu aku sejak dulu sudah tinggal di pohon ini”.
Kedua tupai itu saling memperbutkan pohon itu untuk dimilikinya, mereka adalah dua tupai yang sombong dan suka berbohong. Pada akhirnya tupai itu berkelahi barang siapa salah satu dari mereka kalah, maka dia harus meninggalkan pohon itu dan jangan kembali, dan yang menang akan menjadi pemilik pohon tersebut.
Di pohon tersebut mereka berkelahi, mencakar menggigit dari dahan kedahan yang lain, ketika mereka sibuk berkelahi di dahan lain terlihat sosok samar-samar mengamati perkelahian tersebut, sosok itu bersembunyi di dahan yang penuh dengan dedaunan, ternyata sosok itu adalah seekor ular pohon yang badannya berukuran lebih besar dari pada ukuran tubuh tupai, warnanya hijau dan tubuhnya sangat panjang. Ular itu senang ketika melihat dua ekor tupai sedang berkelahi, sambil mendesis dia berkata “Dasar dua tupai bodoh dan sombong, mereka memperebutkan sebuah pohon hingga berkelahi, dan tidak menyadari kehadiranku disini”.
Lalu ular itu melata berpindah tempat dengan tanpa disadari oleh kedua tupai itu, dia mulai mencari tempat yang sangat pas untuk menyerang, setelah menemukan tempat itu ular tersebut diam seolah olah tidak bergerak dan sekilas ular itu serupa dengan hijaunya daun, ular itu menunggu dengan sabar untuk menyerang salah satu tupai tersebut.
Di dahan lain ke dua tupai itu terus berkelahi, akhirnya salah satu dari mereka mengaku kalah, tubuh tupai yang kalah tersebut terlihat berdarah darah, dan kelelahan. Lalu tupai yang menang dari perkelahian tersebut berkata “Hai tupai lemah, kini kau sudah mengetahui akulah paling hebat disini, akulah jagoannya”. dengan sombong dia mengusir tupai yang kalah itu sambil mengangkat badannya “Pergilah tupai lemah, disini adalah sarangku dan akulah pemenangnya”.
Dengan sombong dan angkuh tupai itu bersuara seolah-olah dialah yang paling hebat, sambil tertawa dia melihat tupai yang kalah dalam perkelahian itu pergi. Namun dia tidak menyadari kehadiran sang ular yang sudah siap menyerang tupai sombong itu, ternyata tempat tupai itu berada di belakang sang ular, tak ingin membuang kesempatan, ular itu mengkerutkan tubuhnya lalu dia membuka mulutnya lebar-lebar terlihat ke dua gigi depannya yang sangat lancip, seketika itu sang ular menggigit tupai tersebut, tupai itu mencoba melepaskan diri dari ular tersebut namun apa daya bisa ular itu telah melumpuhkan badannya.
Ketika itu tupai yang telah kalah dari perkelahian melihat kejadian tadi, dia hanya tersenyum sambil meninggalkan tempat itu. Dia sadar jika dia selalu sombong dan angkuh dia akan bernasib tidak baik seperti tupai itu.

Domba Kecil Dan Anjing Gunung

Domba Kecil Dan Anjing Gunung

Cerita Rakyat Fabel Nusantara Domba Kecil Dan Anjing Gunung
Cerita Rakyat Fabel Nusantara Domba Kecil Dan Anjing Gunung
Suatu hari seorang gembala domba muda meninggalkan dombanya di sebuah padang rumput yang di pagari oleh kayu untuk menghalangi mereka dari serangan kawanan anjing gunung, merasa tenang dan aman akan dombanya pengembala itu pulang ke rumahnya dan dia terkejut melihat seekor Domba kecil tertinggal dari kawanannya.
Lalu pengembala itu menempatkan domba kecil itu di atas sebuah atap gubuk yang terbuat dari jerami padi, domba kecil itu berteriak memanggil ibunya namun karena jarak dari atap gubuk ke padang rumput sangat jauh suara domba kecil itu tidak terdengar oleh ibunya. Tapi teriakannya itu terdengar oleh seekor anjing gunung yang sedang mencari mangsa, anjing itu segera mengikuti arah suara teriakan itu berasal sambil memperhatikan keadaan anjing gunung itu melihat seekor domba kecil yang berdiri di atas atap gubuk.
Anjing gunung itu segera meloncat-loncat untuk menggapai atap gubuk itu namun dia tidak berhasil, anjing gunung itu terus berusaha sekuat mungkin mencoba dan terus mecoba meskipun gagal. Akhirnya anjing gunung itu lelah dan menyerah dia hanya bisa menatap dan terus menggonggong ke arah domba kecil itu berharap domba kecil itu kaget dan jatuh dari atap.
Namun domba kecil itu malah menyeringai kepada sang anjing gunung domba kecil itu lalu mengejek anjing gunung yang mencoba menangkapnya namun tidak mampu melakukannnya, Domba kecil itu terus mengejek karena berada di atas atap dan disitulah timbul keberanian. Meskipun domba kecil itu tidak mau mengejek sang anjing gunung itu.
Anjing gunung itu memperhatikan tingkah laku domba kecil itu dengan sangat marah dan dia berkata kepada domba kecil itu “Kuperhatikan dari tadi kau mengejeku aku mendengarnya dengan sangat baik ruapanya kau sangat senang berada di atap sana”. Kata sang anjing gunung.
“Aku tidak akan dendam padamu domba kecil karena jika bukan atap gubuk itu yang menyelamatkan hidupmu coba saja kau banyangkan ketika berada di atas tanah mungkin bukan ejekan yang akan kau katakana kepadaku”. Sang anjing gunung berkata kepada domba kecil.
Akhirnya sang anjing gunung itupun pergi meninggalkan domba kecil itu disaat itu domba kecil berpikir dan merenungkannya dalam hati apa yang telah dia lakukan kepada sang anjing gunung adalah perbuatan yang tidak baik “Aku telah mengejek sang anjing gunung itu karena aku berada di atas atap gubuk yang terbuat dari jerami ini, jika aku berada di atas tanah dengan sang anjing gunung itu mungkin memang benar apa yang dikatakan olehnya”. Domba kecil menggerutu dalam hati.
Sang domba itu menyesali perbuatannya dan domba kecil itupun berjanji tidak akan mengulanginya.

Burung Kakaktua dan Seekor Semut Tataman

Burung Kakaktua dan Seekor Semut Tataman

Seekor burung kakaktua hitam dengan jambul merah terbang cukup tinggi di udara, terik matahari yang menyengat membuat burung kakak tua itu merasa kehausan, lalu dia mencari sebuah kubangan kecil yang memiliki air. Setelah beberapa saat mencari akhirnya burung kakaktua itu menemukannya dan hinggaplah dia di dekat kubangaan kecil tersebut, kubangan itu dikelilingi rumput yang cukup tinggi sehingga sang burung kakaktua merasa aman.
Ketika sang kakaktua minum air kubangan tersebut dia melihat seekor semut tataman yang hampir saja tenggelam dia mencoba berenang untuk menyelamatkan diri namun sayang semut itu tidak mampu berenang dengan baik. Sang burung kakaktua itu merasa kasihan kepada sang semut dan segera dia mematahkan batang rumput yang tinggi kemudian dia lemparkan ke dekat sang semut hingga sang semut lalu memerintahkan sang semut untuk menggapai rumput tersebut. Sang semut meraih rumput tersebut setelah meraihnya sang burung langsung memindahkan rumput tersebut ke tanah.
Sang burung berkata kepada sang semut “apa kau tidak apa-apa tuan semut?” sang semut menjawab “aku baik-baik saja, terimakasih sekali sudah menolongku mungkin aku sudah tenggelam jika tidak ditolong olehmu burung kakaktua yang anggun.” sang kakaktua berkata “sama-sama tuan semut.” sang semut bertanya kepada sang kakaktua “sedang apa kau disini tuan kakaktua?” sang kakaktua menjawab “aku sedang minum, terik matahari ini membuatku haus sekali, sekarang aku sudah minum dan aku akan istirahat di pohon itu sejenak karena kalau istirahat di tanah seperti ini akan membuatku menjadi sasaran empuk hewan-hewan pemburu.” sang kakaktua terbang lalu bertengger di sebuah dahan, dia beristirahat sejenak dan sang semut kembali ke kelompoknya dia menceritakan peristiwa yang menimpanya dan kakaktua yang menolongnya.
Ketika sang kakaktua sedang beristiharat seseorang datang dengan membawa sebuah ketapel di tangannya, dia melihat kakaktua berbulu hitam dan berjambul merah itu sedang bertengger membelakangi dirinya, segera dia mengambil batu dari sakunya dan menempelkannya di ketapel miliknya, dia mengincar burung kakaktua tersebut.
Disisi lain semut yang telah ditolong kakaktua melihat orang yang membawa ketapel tersebut, sang semut melihat orang itu mengincar sang burung segera dia menggigitnya dengan keras, semut itu memiliki racun yang mampu membuat rasa sakit yang sesaat hingga orang tersebut tidak jadi melepaskan batu dari ketapelnya. sang semut kini meminta bantuan kepada teman-temannya untuk menggigit orang tersebut lalu teman-teman semut itu mulai berdatangan dan satu persatu para semut mulai menggigitnya hingga orang tersebut lari dari tempat itu. Sang kakaktua mendengar suara orang yang kesakitan dan berlari tersebut, sadar akan bahaya yang mengancamnya sang burung kakaktua terbang tinggi menghindari orang yang akan menangkapnya.

Unta dan Kuda Yang Sombong

Unta dan Kuda Yang Sombong
Di sebuah padang pasir terdapat sebuah kebun kurma, kebun kurma itu sangat luas dan umur pohon kurma itu sudah amat tua, setiap musim buah telah tiba para hewan berdatangan ke kebun kurma itu untuk mencicipi manisnya buah kurma yang berjatuhan. Suatu hari di kebun kurma itu seekor kuda bertubuh besar dan tinggi badannya sangat kuat dan terlihat sangat sehat berjalan mencari rerumputan.
Kuda itu memiliki kecepatan lari yang sangat luar biasa bahkan di daerah yang kuda tinggali itu tidak ada yang mampu mengalahkan kecepatan larinya, seperti unta, gibas dan binatang lainnya. Karena kecepatannya yang luar biasa sang kuda menjadi sangat angkuh di depan binatang lainnya seperti ketika dia bertemu dengan seekor kambing di peternakan. Kuda itu meledek para kambing yang sedang digembalakan oleh seorang anak kecil, dia berkata kepada para kambing “jika saja aku digembalakan seperti kalian, aku akan lari dengan kecepatanku dan bahkan tidak ada hewan disini yang mampu menangkapku.” para kambing hanya mendengar ocehan kuda itu dan tidak membalas perkataannya hingga sang kuda pergi sambil berlari dengan kencang.
Tidak hanya kejadian itu saja sang kuda menyombongkan dirinya, suatu hari sang kuda tengah berjalan di sebuah kebun anggur dia melihat beberapa ekor unta sedang berjalan bersamaan, sang kuda menghampiri unta-unta tersebut dan mereka berbincang-bincang. Awalnya para unta menerima sang kuda dengan baik namun hal hanya sesaat ketika sang kuda mengajak para unta untuk beradu lari. Para unta kesal kepada sang kuda sombong itu. Salah satu dari unta itu menerima ajakan sang kuda dan mereka berlomba lari hingga akhirnya sang unta dipermalukan oleh sang kuda, hanya beberapa detik saja sang kuda telah meninggalkan sang unta jauh sekali hingga sang unta tidak mampu mengejarnya.
Ketika kuda kembali kepada sang unta dia berkata “tuan unta tubuhmu saja yang tinggi dan kaki-kakimu yang panjang tapi lari kalian seperti seekor kura-kura yang sedang berjalan hahahaha.” para unta semakin kesal saja dengan perkataan sang kuda hingga akhirnya unta yang kalah adu lari tadi menantang untuk adu lari kembali namun kali ini adu lari marathon, jaraknya adalah lari dari satu oase ke oase lainnya kemudian kembali ke oase awal. Sang kuda menerima tantangan tersebut dan mereka akan melaksanakannya besok.
Keesokan harinya para unta dan para kuda berkumpul bersama menonton perlombaan yang akan segera dilaksanakan, perlombaan lari marathon dari satu oase ke oase lainnya yang jaraknya sangat jauh, untuk mencapai satu oase dibutuhkan waktu dua hari dan untuk kembali ke oase awal dibutuhkan waktu 2 hari. Seekor gibas ditunjuk untuk menjadi wasit pada perlombaan ini dan ketika tanda perlombaan dimulai sang kuda langsung berlari dengan sangat cepat namun sang unta malah minum di oase sebanyak-banyak nya dan sang kuda heran dengan unta itu dan menyebutnya binatang bodoh, setelah sang unta minum sang unta berjalan dengan santainya menuju oase tersebut.
Para hewan menunggu para peserta lomba di hari ke empat dan siapa yang tiba duluan dia menjadi pemenangnya, dan akhirnya ketika hari ke empat telah tiba ketika hari menjelang sore sang unta lah yang datang lebih awal dan dia menjadi pemenangnya kemudian sang kuda sampai di hari ke enam.
Para unta merayakan kemenangan itu dengan hening karena mereka tidak mau melihat para kuda menjadi marah gara-gara lomba tersebut, beberapa hari kemudian unta dan kuda yang menjadi perserta lomba tersebut bertemu namun sang kuda tidaklah lagi menyombongkan diri malah dia tertegun malu dihadapan para unta.

Si Kelingking


Si Kelingking 
Belitung yang dulu dikenal dengan Billiton adalah nama sebuah pulau di Provinsi Bangka Belitung, Indonesia. Pulau yang terletak di bagian timur Sumatra ini terbagi menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Belitung dan Belitung Timur. Di pulau ini beredar sebuah cerita rakyat tentang sepasang suami-istri yang hendak membunuh anaknya. Berbagai cara telah mereka lakukan untuk membunuh anaknya, namun tidak pernah berhasil. Mengapa sepasang suami-istri itu hendak membunuh anaknya? Kisahnya dapat Anda simak dalam cerita Si Kelingking berikut ini.
* * *
Alkisah, di sebuah desa di Pulau Belitung, hiduplah sepasang suami-istri yang miskin. Walaupun hidup miskin, mereka tetap rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan itu terasa belum lengkap, karena mereka belum mempunyai anak. Untuk itu, setiap malam kedua orang suami-istri itu senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak.
“Ya, Tuhan! Karuniakanlah kami seorang anak, walaupun sebesar kelingking!”
Rupanya doa mereka dikabulkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Tidak beberapa lama kemudian sang Istri hamil. Sepasang suami-istri itu sangat senang, karena tidak lama lagi akan mendapatkan seorang anak yang selama ini mereka dambakan.
Beberapa bulan kemudian, sang Istri pun melahirkan. Namun, mereka sangat terkejut ketika melihat bayi yang keluar dari rahim sang Istri hanya sebesar kelingking.
“Bang! Kenapa anak kita kecil sekali, Bang?” tanya sang Istri sedih.
Mendengar pertanyaan istrinya, sang Suami hanya diam. Ia seakan-akan tidak percaya apa yang sedang mereka alami. Akhirnya, sang Suami teringat dengan doa yang sering mereka ucapkan.
“Dik! Ingatkah doa kita selama ini? Bukankah kita selalu berdoa agar diberikan anak walaupun sebesar kelingking?” tanya sang Suami mengingatkan istrinya.
“Ooo, iya. Rupanya Tuhan mengabulkan doa kita sesuai dengan permintaan kita,” kata sang Istri.
Bayi itu pun mereka pelihara dengan sebaik-baiknya. Waktu terus berjalan hingga anak itu berusia enam tahun. Namun, badan anak itu tetap sebesar kelingking. Oleh karena itu, mereka memberinya nama Si Kelingking.
Mulanya, sepasang suami-istri itu sayang kepada Si Kelingking. Tetapi, ada suatu hal yang membuat mereka risau, yakni walaupun badannya kecil, Si Kelingking banyak sekali makannya. Sekali makan, ia dapat menghabiskan secanting[1] nasi, bahkan terkadang masih kurang. Setiap hari suami-istri itu selalu bingung, karena penghasilan yang mereka peroleh hanya cukup untuk dimakan oleh Si Kelingking sendiri. Oleh karena sudah tidak kuat lagi menghidupi Si Kelingking, kedua suami-istri itu bersepakat hendak menyingkirkannya dari kehidupan mereka.
“Bang! Bagaimana caranya kita menyingkirkan Si Kelingking?” tanya sang Istri bingung.
“Abang punya cara,” jawab sang Suami.
“Apa itu, Bang?” tanya sang Istri penasaran.
“Besok pagi, aku akan mengajaknya ke hutan,” jawab sang Suami.
“Ke hutan? Untuk apa, Bang?” tanya sang Istri tambah bingung.
“Aku akan membuangnya di tengah hutan,” jawab sang Suami.
Sang Istri pun setuju. Keesokan harinya, sang Ayah mengajak Si Kelingking ke hutan untuk mencari kayu. Setibanya di tengah hutan, sang Ayah segera menebang pohon besar.
“Kelingking! Kamu berdiri di situ saja! Ayah akan menebang pohon ini!” seru sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab Si Kelingking menuruti perintah ayahnya.
Namun, tanpa disadari oleh Si Kelingking, ayahnya menebang pohon itu diarahkan kepadanya. Sang Ayah sengaja melakukan hal itu, agar pohon itu menimpanya. Beberapa saat kemudian, pohon besar itu pun roboh menimpa Si Kelingking. Melihat hal itu, sang Ayah bukannya sedih, melainkan gembira.
“Matilah kau kerdil! Ha… ha… ha…!” seru sang Ayah sambil tertawa terbahak-bahak, lalu mendekati pohon besar itu.
Setelah memastikan dan yakin anaknya mati, sang Ayah segera kembali ke rumahnya untuk menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Mendengar cerita suaminya, sang Istri pun menjadi senang.
“Bang! Mulai hari ini, hidup kita akan jadi tenang,” kata sang Istri kepada suaminya.
Namun, menjelang siang hari, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar rumah.
“Ayah…! Ayah….! Diletakkan di mana kayu ini?”
“Bang! Sepertinya itu suara Kelingking. Bukankah anak itu sudah mati?” tanya sang Istri heran.
“Ayo, kita keluar melihatnya!” seru sang Suami penasaran.
Kedua suami-istri sangat terkejut saat melihat Si Kelingking sedang memikul sebuah pohon besar di pundaknya.
“Ayah! Diletakkan di mana kayu ini?” tanya Si Kelingking.
“Letakkan di situ saja!” perintah ayahnya.
Setelah meletakkan kayu itu, Si Kelingking langsung masuk ke dalam rumah mencari makanan. Oleh karena merasa kelaparan usai memikul pohon besar, ia pun menghabiskan secanting nasi yang sudah dimasak ibunya. Sementara ayah dan ibunya hanya duduk bengong melihat anaknya, dan tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.
Sejak Si Kelingking kembali ke rumah, kehidupan mereka semakin susah. Semakin hari Si Kelingking semakin banyak makannya. Tidak cukup jika hanya makan secanting nasi. Melihat keadaan itu, sepasang suami-istri itu kembali berunding untuk mencari cara menyingkirkan Si Kelingking dari kehidupan mereka.
“Bang! Apa lagi yang harus kita lakukan?” tanya sang Istri bingung.
“Besok Abang akan mengajaknya pergi ke gunung untuk mengambil batu,” jawab sang Suami sambil tersenyum.
“Tenang, Dik! Recanaku ini pasti akan berhasil,” tambah sang Suami dengan penuh keyakinan.
Keesokan harinya, sang Ayah mengajak Si Kelingking ke gunung untuk mengambil batu. Sesampainya di kaki gunung, sang ayah berhenti.
“Kelingking! Ayah akan naik ke atas gunung hendak mendongkel batu-batu itu. Kamu tunggu di sini saja sambil menghadang dan mengumpulkan batu-batu itu,” perintah sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab Si Kelingking.
Setelah itu, sang Ayah mendaki gunung itu sambil membawa sebatang kayu untuk digunakan mendongkel batu. Pada awalnya, ia hanya mendongkel batu-batu kecil, lalu batu yang agak besar, dan kemudian batu yang lebih besar lagi. Pada saat mendongkel batu besar itu, ia sengaja mengarahkannya kepada Si Kelingking. Batu itu pun menindih Si Kelingking. Melihat hal itu, sang Ayah segera turun dari gunung dan menghampiri Si Kelingking yang tertindih batu.
“Kelingking! Kelingking! Kelingking!” seru sang Ayah memanggil anaknya.
Beberapa kali ia memanggil anaknya, namun tidak mendapat jawaban. Ia yakin bahwa Si Kelingking telah mati. Dengan perasaan gembira, ia pun segera kembali ke rumah dan menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Namun, sang Istri tidak langsung percaya dengan cerita itu.
“Apakah Abang yakin jika anak itu benar-benar sudah mati?” tanya sang Istri dengan perasaan ragu-ragu.
“Iya, Dik! Abang berhasil menindihnya dengan batu besar,” jawab sang Suami.
“Ya, syukurlah kalau begitu. Hidup kita akan benar-benar jadi tenang kembali,” kata sang Istri dengan perasaan lega.
Namun, ketika menjelang sore, tanpa mereka duga sebelumnya, tiba-tiba terdengar lagi suara dari luar rumah.
“Ayah…! Ayah…! Diletakkan di mana batu ini?” tanya suara itu.
“Letakkan di situ!” jawab Ayah Si Kelingking tanpa sadar.
Suami-istri itu tersentak kaget saat keluar dari rumah. Mereka melihat Si Kelingking sedang meletakkan sebuah batu besar. Setelah itu, seperti biasanya, Si Kelingking langsung masuk ke rumah untuk mencari makanan, karena kelaparan.
Akhirnya, kedua orang suami-istri itu merasa kasihan kepada anak mereka, Si Kelingking. Mereka pun menyadari bahwa walau bagaimana pun Si Kelingking lahir karena permintaan mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka tidak pernah lagi berniat untuk membunuhnya. Mereka telah menerima kembali Si Kelingking sebagai anggota keluarga. Sementara Si Kelingking yang memiliki kekuatan lebih dari orang-orang biasa semakin rajin membantu ayahnya bekerja. Bahkan, semua pekerjaan yang berat-berat dia yang melakukannya, sehingga pekerjaan ayahnya menjadi lebih ringan dan kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi.
* * *

Malin Kundang

Malin Kundang


Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari provinsi Sumatera Barat,IndonesiaLegenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.


Di suatu tempat, tinggalah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Kehidupan mereka sangat memperihatinkan, penuh dengan kesulitan dan jauh dari kata mapan. melihat kondisi kehidupan keluarga yang serba sulit ini, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas, berharap akan bisa merubah nasib kehidupan keluarganya. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug kecil mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Bahkan kabar keberadaannya pun sudah tidak terdengar lagi. Sang ibu hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa sang suami sudah tidak ada disampingnya lagi, entah beada dimana dia sekarang. Hari-harinya kini dilalui berdua, ibunya yang harus menggantikan posisi ayah Malin sebagai tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Semua pekerjaan seberat apapun selama itu halal, dikerjakan sang ibu demi menghidupi anak semata wayangnya malin kundang.Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Setelah beranjak remaja, Malin sudah mulai berfikir tentang kehidupan keluarganya, Malin merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk mengidupi dan membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya dan bisa membalas jasa ibunya, membahagiakan dan membanggakan keluarganya. Saat Malin berada di pantai, Malin memperhatikan seorang nahkoda yang tidak lain adalah tetangganya, malin melihat bagaimana nahkoda tersebut menjadi orang kaya dan hidup dengan kesenangan. Malin dengan ragu mendekat dan bertanya seputar keberhasilannya. Dan sang nahkoda pun menceritakan bagaimana kisah hidupnya di mulai. Malin sangat tertarik dan ingin seperti nahkoda tersebut. Nahkoda pun menawarkan malin untuk ikut berlayar dengannya. Malin tertarik dengan ajakan nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin pun pulang hendak mengutarakan niatnya kepada sang ibu.Malam hari Malin mulai berbincang dengan ibunya. dalam perbincangannya Malin pun mengutarakan niatnya. Saat Malin mengutarakan niatnya kepada sang ibu, dengan serta merta ibunya kebaratan, karena malin adalah anak satu-satunya dan harta paling berharga dalam hidupnya. namun karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar sang ibu sambil berlinang air mata. Kapalpun mulai berlayar dan semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin yang terus terisak sedih karna ditinggal anaknya. Kini sang ibu hidup hanya sebatangkara. Hanya harapan yang kini dia miliki untuk bertahan hidup, harapan untuk bertemu kembali dengan anak kesayangannya kelak.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Di sanalah malin mulai merintis kehidupannya. Bertahun-tahun malin bekerja keras, siang malam, hingga akhirnya, dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin berhasil menjadi seorang yang sukses dan kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Gadis tersebut adalah anak dari seorang saudagar kaya raya, Malin pun mendapatkan restu dari ayah si gadis dan dinikahkan.Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Sampai akhirnya kapal malin berlabuh di sebuah dermaga yang mana dermaga itu adalah tidak lain tempat dimana malin kecil sering bermain.Saat kapal Malin berlabuh di dermaga, salah seorang penduduk yang merupakan kerabat dekat malin melihat dan mengenali malin. maka dengan tergesa-gesa orang tersebut berlari menuju tempat dimana Ibu Malin Kundang berada, langsung sang ibu di kabarkan dan saat itu juga sang ibu langsung bergegas menuju dermaga. Sang ibu melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang.  Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Malin kundang pun memerintahkan kepada awak kapal nya untuk kembali naik dan berlayar kembali meninggalkan dermaga.  Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Menyadari keadaannya kini Malin sadar dan menyesali atas kesalahannya kepada sang ibu, malin serasa ingin berteriak memohon ampun pada sang ibu, namun semuanya sudah terlambat, dia hanya bisa menangis dan meneteskan air mata penyesalan dalam kebekuannya

Rabu, 06 Maret 2019

Si Parkit Raja Parket

Si Parkit Raja Parket

Si Parkit Raja Parket
Cerita Dongeng Si Parkit Raja Parket
Dahulu kala, hidup bahagia sekelompok burung di sebuah hutan yang hijau dan rindang. Hutan tersebut memberikan makanan berlimpah untuk mereka. Mereka hidup bersama, dipimpin oleh seekor burung bernama Raja Parekeet. 

Suatu ketika, datanglah seorang pemburu yang sangat cerdik. Ia menaruh sebuah perangkap di dahan tempat burung - burung itu biasa bercengkrama. Burung - burung yang tidak mengetahui akal sang pemburu, terjebak di dahan tersebut. Mereka menjerit karena panik dan ketakutan. 

Jeritan burung - burung itu terdengar oleh sang pemburu, dan ia segera mendekati sekawanan burung yang terjebak. Namun, Raja Perekeet lebih cerdik daripada pemburu. Sebelum pemburu sampai, Raja Parekeet memerintahkan semua burung yang terjebak semua diam dan berpura-pura telah mati. Meski terdengar aneh, para burung yang terjebak menuruti saja perintah sang raja. 

Tidak lama kemudian, sang pemburu pun sampai. Namun, ia sangat kecewa melihat burung yang masuk ke dalam perangkapnya telah terkulai mati. Sambil menggerutu, sang pemburu melepaskan burung-burung dari jebakannya. Para burung yang terlepas, langsung melesat ke angkasa dan berkicau gembira. Rupanya, inilah akal Raja Parekeet untuk mengelabui sang pemburu. Namun sayangnya, Raja Parekeet sendiri tak sempat meloloskan diri. 

Pemburu yang sangat berang hendak  membunuh sang Raja Parekeet yang sudah di tangannya. Namun Raja Parekeet memohon dirinya dibiarkan hidup. Burung yang sangat indah itu berjanji akan selalu menghibur sang pemburu dengan suaranya yang merdu. Pemburu itu pun memutuskan untuk membawa pulang Raja Parekeet. 

Benar saja, suara Raja Parekeet ternyata sangat indah dan nyaring . Orang - orang bahkan sering datang berkunjung ke rumah pemburu sekedar mendengar kicauan Parekeet yang merdu. Berita tentang keindahan suara Parekeet pun sampai ke telinga Raja Aceh. Hingga akhirnya, Raja Aceh tertarik untuk memiliki burung itu. Ia segera mengirim utusannya untuk menukar Raja Parekeet dengan pelbagai permata yang berharga mahal. Dengan senang hati, pemburu itu pun menyerahkan Raja Parekeet kepada utusan Raja Aceh. 

Di Istana Aceh, Raja Parekeet ditempatkan di dalam sebuah sangkar emas yang berkilauan. Setiap hari, ia diberi makanan yang sangat enak. Namun Raja Parekeet tetap tidak pernah bahagia. Ia selalu ingat hutan tempat tinggalnya. juga kicauan rakyatnya. Semakin lama, kicauannya semakin jarang terdengar. Ia semakin terlihat sedih dan sengsara. 

Raja Parekeet memutuskan untuk berpura - pura mati. Raja Aceh sangat berduka karena mengira Raja Parekeet telah mati. Ia perintahkan penguburan burung kesayangannya dengan upacara kebesaran. Raja Parekeet pun dikeluarkan dari sangkarnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Raja Parekeet untuk terbang. Ia langsung melesatjauh ke angkasa. Terus terbang menuju rumahnya di hutan. Raja Parekeet yang cerdik itupun kembali bahagia, berkicau riang bersama rakyatnya.