Rabu, 27 Februari 2019

SI PITUNG

Sejarah Si Pitung Jagoan Betawi : Cerita Rakyat Jakarta
Pada jaman dahulu. Di daerah Jakarta Barat, tepatnya di Rawabelong, tinggalah sepasang suami istri dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama si Pitung.
Sejak Pitung kecil, mereka sangat berharap agar anak semata wayangnya itu tumbuh menjadi anak yang baik dan soleh. Oleh karena itu, Pitung di sekolahkan di pesantren milik seorang guru ngaji bernama Haji Naipin.
Jimat si Pitung - Golok si Pitung
Jimat si Pitung - Golok si Pitung
Di pesantren Haji Naipin, Pitung di ajarkan mengaji, membaca, menulis, berhitung, dan bela diri. Pitung sangat pandai. Ia merupakan salah satu murid kesayangan dan kebanggan Haji Naipin. Setelah ilmu yang di pelajarinya cukup, Pitung kembali ke rumah. Kedua orang tuanya menyambut kepulangan Pitung dengan rasa senang. Nyaknya memasakan makanan yang sangat lezat. Pitung memakan hidangan tersebut dengan lahap. Maklum, selama di pesantren ia biasa makan seadanya.
Selama di rumah, Pitung sangat rajin membantu orang tua. Ia mengembala kambing milik babehnya. Setiap pagi ia selalu menggiring kambing-kambing ke daerah perbukitan yang banyak rumput. Kambing-kambing di biarkan makan sampai perutnya kenyang. Setelah matahari terbenam, barulah ia pulang ke rumah.
Kehidupan Pitung sangat sederhana. Babenya tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Biasanya ia datang ke ladang orang dan membeli buah-buahan yang masih setengah matang. Harga belinya lebih murah. Lalu, buah itu diperam. Setelah matang, baru dijual ke pasar dengan harga lebih tinggi.
Pada suatu hari, babehnya menyuruh Pitung menjual dua ekor Kambing ke pasar Tanah Abang.
‘’ Pitung, Badan Babeh serasa tidak enak. Lo bantu babeh jualin kambing-kambing ini ke pasar?’’ ujar ayahnya.
‘’ Tentu saja Beh.’’ Jawab Pitung.
‘’ Pastikan harganya jangan terlalu rendah ya.’’ Ujar Babeh si Pitung
sejarah si pitung jagoan betawi
sejarah si pitung jagoan betawi
Pergilah Pitung ke Tanah Abang sambil menggiring dua ekor Kambingnya yang akan di jual. Kambing yang di bawa Pitung, kambing yang sehat dan gemuk-gemuk. Para pembeli tertarik dengan kambing Pitung. Tidak perlu menunggu lama. Kedua kambing itu telah laku terjual. Pitung sangat senang. Uang hasil menjual kambing di masukkan kedalam kantong celananya, ia bergegas pulang pulang. Namun, di tengah jalan ia bertemu dengan segerombolan preman.
‘’ Hei, mau kemana lo?’’ Tanya salah satu dari mereka.
‘’ Mau pulang, Bang?’’ jawab Pitung dengan santai.
‘’ Di mana rumah lo?’’ tanyanya lagi sambil merogoh kantong celana Pitung.
‘’ Di Rawabelong, Bang.’’ Jawab Pitung
‘’ Ya sudah, pulang sana.’’ Ujar preman itu
Pitung segera pulang. Pitung tidak sadar kalau uang di dalam kantongnya hasil menjual Kambing, ternyata sudah di ambil para preman tadi. Ketika Pitung sudah hampir sampai rumah, Pitung merogoh kantongnya bermaksud mengeluarkan uang hasil menjual kambingnya untuk di serahkan kepada babehnya. Namun, uang tersebut tidak ada.
Pitung teringat ketika ia bertemu dengan preman, dan di ajak mengobrol. Salah satu dari preman mengambil uangnya dari dalam celana.
‘’ Ah, bodoh banget sih gue. Sampe gak sadar preman-preman tadi ngajak ngobrol. Ujar Pitung menyesal.
rumah si pitung
rumah si pitung
Pitung lalu kembali ke tempat pertemuannya dengan para preman. Para preman tak mau mengaku telah mengambil uangnya. Mereka terus menerus membantah. Akhirnya, Pitung mengeluarkan jurus bela dirinya. Ilmu yang di dapatnya dari Haji Naipin sangat berguna pada saat seperti ini. Para preman akhirnya menyerah dan mengembalikan uang Pitung. Mereka lalu lari ketakutan.
Pemimpin gerombolan preman yang bernama Rais, sangat kagum dengan kehebatan ilmu bela diri yang di miliki Pitung. Lalu, pemimpin preman mencari tahu tempat tinggal Pitung dan mendatanginya. Rais berniat mengajak Pitung untuk bergabungnya untuk mencopet di pasar. Pitung sangat terkejut dan langsung saja menolak. Ilmu yang ia dapat dari pesantren melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu.
Pitung malah memberikan nasihat kepada mereka agar tidak lagi berbuat jahat kepada orang lain. Ia menasehatinya mereka agar membantu orang yang kesusahan. Mereka bingung. Bagaimana cara membantu orang-orang susah. Sedangkan mereka sendiri hidup serta kekurangan.
Pitung mencari cara. Akhirnya, Pitung mendapatkan ide. Ia dan gerombolan preman itu akan mencopet dan merampok orang-orang kaya yang sombong. Hasil rampokkannya akan mereka berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Semenjak Pitung dan kawan-kawannya mulai beraksi, warga miskin sangat senang dan gembira. Kehidupan mereka berubah menjadi sedikit lebih baik. Meskipun Pitung seorang penyelamat bagi kaum miskin, ia tetap di anggap melakukan perbuatan yang tidak baik.. kompeni Belanda pada waktu itu berkuasa di Jakarta berusaha menangkap Pitung.
Suatu hari ketika beraksi, Pitung berhasil di tangkap. Ia di jebloskan ke dalam penjara. Namun, Pitung berhasil melarikn diri dengan memanjat atap penjara. Ketika kabur dari penjara, di ketahui oleh polisi dan sempat mengejarnya serta menembaknya. Tetapi karena jimat si pitung menjadikan tubuhnya kebal, tubuhnya tidak bisa di tembus oleh peluru.
Pitung lalu melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Polisinya mencari kemana-mana. Keluarganya pun menjadi sasaran pencarian Pitung. Begitu juga dengan gurunya, Haji Naipin. Ia bahkan di paksa meberitahukan kelemahan Pitung. Haji Naipin akhirnya memberitahukan kelemahan Pitung yaitu di lempar dengan Telur Busuk. Para Polisi mencari Pitung ke berbagai Wilayah Jakarta. Berdasarkan penyeledikan mereka, Pitung bersembunyi di rumah kekasihnya di Kota Bambu.
Ketika di serang Pitung masih berusaha melawan. Namun, para Polisi sudah tahu kelemahannya. Mereka langsung melempar Pitung dengan Telur Busuk ke tubuh Pitung. Ketika ia mulai tidak berdaya, Polisi langsung menembaknya. Pitung akhirnya tewas.
Sebagian orang terutama orang miskin, Pitung di kenal sebagai Pahlawan. Mereka yang sempat di bantu oleh Pitung mengenang jasa-jasanya. Namun, Pitung tetap di anggap penjahat karena menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji.
SUMBER GOOGLE 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar